Senin, 22 Maret 2010

Artikel
mendidik dengan hati
Kalau manangis, suara Joko mengaum-ngaum seperti sirene, yang membuat jengkel orang yang mendengarkannya, namun tidak bagi ibunya. ibu yang sedang mencuci pakaian bergegas menuju Joko waktu mendengar tangisannya."Ada apa nak?" tanya ibu lembut dengan senyum. Joko menunjukkan celananya yang dihinggapi tahi ayam. Ibu membuang kotoran, kemudian kembali pada pekerjaannya. baru beberapa jenak, terdengar suara tangisan joko.Ibu kembali lagi, masih dengan suara lembut dan senyum mengembang, "Ada apa nak?" Joko menunjuk kotoran ayam untuk dikembalikan lagi seperti semula. Ibu mengembalikannya dan meletakkan kotoran ke celana Joko.
Joko menangis lagi, dengan tekanan lebih keras. "Ada apa lagi nak?" suara ibu masih terdengar lembut. Joko menuding kotoran ayam, "Tidak sama wuaaaa," protes Joko di tengah tangisannya. Letak kotoran itu tidak seperti waktu pertama kali menempel di celananya. dengan suara sbar penuh kasih sayang, ibunya menjawab. "Oalah Nak...Nak. Mudah-mudahan kalau sudah besar kamu jadi jenderal ya nak. Masih kecil saja kamu sudah bisa perintah-perintah."
Coba bayangkan, berapa banyak ibu yang demikian sabar menghadapi anak seperti Joko. setelah besar, Joko benar-benar menjadi jenderal. Ia mengatakan tentang keberhasilannya, "Saya bisa begini bukan karena sya pintar, melainkan karena kasih sayang ibu yang tiada batasnya."
Kasih sayang terbukti menjadi kunci keberhasilan anak. Setiap pendidik, baik itu orang tua, atau guru yang mendidik anak-anak mareka dengan penuh kasabaran, akan menunai hasil sepadan dengan besarnya cinta yang mereka semai. Sebaliknya, para pendidik yang menuntut anak-anak mereka patuh dan taat dengan cara hukuman dan paksaan, kelak akan menghadapi generasi yang dididikkannya sebagai seorang pendendam, penakut, pengemis, dan egois. Itulah angka-angka kenakalan remaja, tawuran, narkoba, aborsi adalah kegagalan dunia pendidikan kita.
Beberapa pakar pendidikan mengemukakan kesalahan terletak pada ketidakmampuan pendidik dalam memahami perkembangan anak. Psikolog ery soekresno berpendapat, “Orang tua semestinya menyadari anak-anak punya temperatem, cara belajar, kecepatan belajar dan kecerdasan yang berbeda.”
Pola asuh yang mengedepankan disiplin tanpa aturan yang jelas pun menjadi biang keladi lainnya. Ery menjelaskan, bahwa disiplin bukan hukuman. Disiplin adalah petunjuk. Jika diuraikan disiplin adalah cara mengoreksi dan mengajarkan anak tingkah laku yang baik tanpa menyimgung harga diri anak, yang membutuhkan waktu dan kesabaran dalam penanamannya.
Menunjukkan cara disiplin bukan dengan cara berteriak, menggunakan hukuman fisik, menunjukan sikap yang lebih berkuasa, mengharapkan kesempurnaan, menghina, mempermalukan, membandingkan atau mengancam. Disiplin adalah aturan yang jelas, adil, tegas, konsisten,memberikan pujian langsung pada permasalahan, manghargai, manghormati anak dan mandengarkan keterangan anak dengan penuh cinta dan kesabaran.
Ingat cerita Toto chan dalam buku lasir karangan Tetsuko kuroyanagi. Toto dianggap anak yang paling badung di sekolah. Ia dikeluarkan dari sekolah karena kenakalannya yang luar biasa. Namun, disekolah Tomoe, ia menjadi anak berbakat hanya karena kepala sekolah bapak kobayashi selalu mendengar apa keinginannya, apa yang disukainya, dan selalu meresponsnya dengan kalimat positif.
Kebijakan pendidikan kobayashi sederhana, bahwa anak siapapun pada saat lahir selalu memiliki sifat yang baik. Selama tumbuh ia dipengaruhi oleh keadaan sekelilingnya atau dimanjakan oleh orang dewasa. Karena itu kita harus secepatnya menemukan ‘sifat baik’ ini, kemudian memupuk dan mengembangkannya untuk membentuk manusia berkepribadian baik dan memiliki kepekaan hati nurani. Begitu pula dengan kisah Joko.
Fakta baru mengenai otak, bahwa cinta terbukti dapat mencerdaskan anak. Untuk terjadinya proses belajar yang sebenarnya, ternyata tidak cukup hanya dengan mengoptimalkan kerja otak (korteks serebri) tetapi juga membutuhkan system limbic dan batang otak. Siostem limbic akan terbuka jika menangkap sesuatu yang positif. Informasi yang dating akan masuk dan disimpan di otak dalam jangka waktu lama.
Bersyukurlah, sebagai muslim kita memiliki panutan, yaitu Rasullah Saw. Yang terbukti memiliki metode berhasil dalam melahirkan generasi islam. Ada tujuh prinsip yang terurai dalam al-Quran dalam mendidik anak, yaitu: keimanan, moral, mental intelektual, jasmani, psikologi, social, dan spiritual. Sayang ketujuh prinsip ini, belum diterapkan sepenuhnya oleh kita.
Ini yang pada akhirnya mangakibatkan tingkat output pendidikan sangat memprihatinkan, Sudah saatnya kita kembali kepada sang panutan Rasulullah Saw.
Artikel
mendidik dengan hati
Kalau manangis, suara Joko mengaum-ngaum seperti sirene, yang membuat jengkel orang yang mendengarkannya, namun tidak bagi ibunya. ibu yang sedang mencuci pakaian bergegas menuju Joko waktu mendengar tangisannya."Ada apa nak?" tanya ibu lembut dengan senyum. Joko menunjukkan celananya yang dihinggapi tahi ayam. Ibu membuang kotoran, kemudian kembali pada pekerjaannya. baru beberapa jenak, terdengar suara tangisan joko.Ibu kembali lagi, masih dengan suara lembut dan senyum mengembang, "Ada apa nak?" Joko menunjuk kotoran ayam untuk dikembalikan lagi seperti semula. Ibu mengembalikannya dan meletakkan kotoran ke celana Joko.
Joko menangis lagi, dengan tekanan lebih keras. "Ada apa lagi nak?" suara ibu masih terdengar lembut. Joko menuding kotoran ayam, "Tidak sama wuaaaa," protes Joko di tengah tangisannya. Letak kotoran itu tidak seperti waktu pertama kali menempel di celananya. dengan suara sbar penuh kasih sayang, ibunya menjawab. "Oalah Nak...Nak. Mudah-mudahan kalau sudah besar kamu jadi jenderal ya nak. Masih kecil saja kamu sudah bisa perintah-perintah."
Coba bayangkan, berapa banyak ibu yang demikian sabar menghadapi anak seperti Joko. setelah besar, Joko benar-benar menjadi jenderal. Ia mengatakan tentang keberhasilannya, "Saya bisa begini bukan karena sya pintar, melainkan karena kasih sayang ibu yang tiada batasnya."
Kasih sayang terbukti menjadi kunci keberhasilan anak. Setiap pendidik, baik itu orang tua, atau guru yang mendidik anak-anak mareka dengan penuh kasabaran, akan menunai hasil sepadan dengan besarnya cinta yang mereka semai. Sebaliknya, para pendidik yang menuntut anak-anak mereka patuh dan taat dengan cara hukuman dan paksaan, kelak akan menghadapi generasi yang dididikkannya sebagai seorang pendendam, penakut, pengemis, dan egois. Itulah angka-angka kenakalan remaja, tawuran, narkoba, aborsi adalah kegagalan dunia pendidikan kita.
Beberapa pakar pendidikan mengemukakan kesalahan terletak pada ketidakmampuan pendidik dalam memahami perkembangan anak. Psikolog ery soekresno berpendapat, “Orang tua semestinya menyadari anak-anak punya temperatem, cara belajar, kecepatan belajar dan kecerdasan yang berbeda.”
Pola asuh yang mengedepankan disiplin tanpa aturan yang jelas pun menjadi biang keladi lainnya. Ery menjelaskan, bahwa disiplin bukan hukuman. Disiplin adalah petunjuk. Jika diuraikan disiplin adalah cara mengoreksi dan mengajarkan anak tingkah laku yang baik tanpa menyimgung harga diri anak, yang membutuhkan waktu dan kesabaran dalam penanamannya.
Menunjukkan cara disiplin bukan dengan cara berteriak, menggunakan hukuman fisik, menunjukan sikap yang lebih berkuasa, mengharapkan kesempurnaan, menghina, mempermalukan, membandingkan atau mengancam. Disiplin adalah aturan yang jelas, adil, tegas, konsisten,memberikan pujian langsung pada permasalahan, manghargai, manghormati anak dan mandengarkan keterangan anak dengan penuh cinta dan kesabaran.
Ingat cerita Toto chan dalam buku lasir karangan Tetsuko kuroyanagi. Toto dianggap anak yang paling badung di sekolah. Ia dikeluarkan dari sekolah karena kenakalannya yang luar biasa. Namun, disekolah Tomoe, ia menjadi anak berbakat hanya karena kepala sekolah bapak kobayashi selalu mendengar apa keinginannya, apa yang disukainya, dan selalu meresponsnya dengan kalimat positif.
Kebijakan pendidikan kobayashi sederhana, bahwa anak siapapun pada saat lahir selalu memiliki sifat yang baik. Selama tumbuh ia dipengaruhi oleh keadaan sekelilingnya atau dimanjakan oleh orang dewasa. Karena itu kita harus secepatnya menemukan ‘sifat baik’ ini, kemudian memupuk dan mengembangkannya untuk membentuk manusia berkepribadian baik dan memiliki kepekaan hati nurani. Begitu pula dengan kisah Joko.
Fakta baru mengenai otak, bahwa cinta terbukti dapat mencerdaskan anak. Untuk terjadinya proses belajar yang sebenarnya, ternyata tidak cukup hanya dengan mengoptimalkan kerja otak (korteks serebri) tetapi juga membutuhkan system limbic dan batang otak. Siostem limbic akan terbuka jika menangkap sesuatu yang positif. Informasi yang dating akan masuk dan disimpan di otak dalam jangka waktu lama.
Bersyukurlah, sebagai muslim kita memiliki panutan, yaitu Rasullah Saw. Yang terbukti memiliki metode berhasil dalam melahirkan generasi islam. Ada tujuh prinsip yang terurai dalam al-Quran dalam mendidik anak, yaitu: keimanan, moral, mental intelektual, jasmani, psikologi, social, dan spiritual. Sayang ketujuh prinsip ini, belum diterapkan sepenuhnya oleh kita.
Ini yang pada akhirnya mangakibatkan tingkat output pendidikan sangat memprihatinkan, Sudah saatnya kita kembali kepada sang panutan Rasulullah Saw.